REFLEKSI




BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Bagaimana jika tiba-tiba usaha yang anda bangun bertahun-tahun hancur dalam waktu tidak sampai satu jam? Anda bisa membayangkannya kan? Itulah yang dialami pengusaha muda sukses, Ferri Iskandar, pemilik toko sepatu adventure “The Trekkers”.

Setelah bertahun-tahun ia merintis usaha pertamanya, tahun 2006 gempa bumi meluluhlantakkan Jogja bagian selatan dan membuat usahanya hancur lebur.Saya mengenal beliau 1,5 tahun yang lalu. Waktu itu kami berdiskusi tentang internet marketing. Sejak itulah saya sedikit banyak tahu kisah jatuh bangunnya beliau dalam membangun sebuah bisnis.

Pada waktu terjadi gempa,  Ferri mencoba untuk tetap sabar dan mengalihkan pikirannya sejenak dari semua masalah yang sedang melilit usahanya. Ia membangun posko bantuan bagi korban gempa.

Setelah kondisi pasca gempa berangsur-angsur mulai normal, Ferri mulai teringat lagi kondisi usahanya yang sedang dilanda masalah akibat gempa. Ia merasa bahwa bidang yang digelutinya sudah tidak bisa lagi memberikan jalan untuk pencapaian keinginannya yang lebih tinggi.

Dengan kondisi ekonomi yang terus menerus merosot, akhirnya ia memutuskan untuk bekerja. Sempat beberapa kali ia pindah kerja dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Tapi tetap saja kesimpulannya sama. Dunia pekerjaan tidak bisa lagi mengakomodir cita-citanya yang terus berkembang.

Setelah bergelut dengan keragu-raguan apakah ia bisa mendapatkan uang untuk bertahan hidup dan berhasil dalam dunia wirausaha, akhirnya Ferri membulatkan tekad untuk meninggalkan zona kenyamanan hidupnya. Ia memutuskan untuk tidak lagi mendapatkan gaji bulanan, keluar dari pekerjaannya, mulai membangun bisnis.

Dan jenis usaha yang dipilihnya adalah berjualan sepatu. Ferri melihat bahwa trading atau berdagang bisa hanya berbekal katalog produk. Ia juga punya produk unggulan, yaitu “sepatu trekking” yang diperolehnya dari luar negeri.

Kemudian ia melihat bahwa permintaan pasar mengarah ke produk-produk umum adventure. Sejak itulah ia memperlebar usahanya ke trading peralatan dan pakaian petualangan sampai ke produk-produk safety, emergency dan militer.

Di saat usahanya mulai membaik, ia mulai mengenang kembali proses saat ia jatuh, melihat sebuah harapan baru dan mulai bangkit kembali. Ada empat hal yang bisa membuatnya perlahan-lahan naik kembali.

Yang pertama adalah integritas dan kejujuran. Dengan memiliki nilai integritas dan kejujuran dalam segala hal akan melanggengkan hubungan yang telah dijalin. Baik dengan konsumen, suplier atau dengan siapa saja.

Kedua, biasakan memberi dulu baru menerima. Contohnya waktu terjadi gempa. Dia sempat terheran-heran mengapa tiba-tiba dirinya membuat posko gempa dan aktif di dalamnya di saat kondisi bisnisnya remuk.

Tapi, disitulah hal unlogic terjadi. Tiba-tiba bisnis barunya mulai membaik, order mulai berdatangan dan masalah di usahanya satu per satu terselesaikan.

Ternyata upayanya mendirikan posko bantuan gempa berimbas positif kepada bisnisnya. Padahal hal itu tidak pernah terlintas sama sekali dalam benaknya. Jadi menurutnya, dalam dunia bisnis selalu ditekankan untuk “memberi dahulu, baru kemudian menerima”, apapun bentuknya.

Ketiga, passion. Pada waktu ia merasa mentok dengan masalah bisnis yang dihadapinya, ada seorang teman mengingatkannya untuk kembali menemukan “passion”-nya. Ia disarankan untuk tetap semangat, bergairah dan melihat kembali “sejarah kehidupan keluarga dan kehidupannya” di masa dahulu.

Lewat passion inilah kekuatan untuk terus maju dalam menghadapi segala tantangan timbul. Ternyata Ferri pernah berjualan sayur di masa kecilnya. Jadi ia mengenangnya kembali dan ternyata kenangan tersebut bisa memberikan lecutan baginya.

Terakhir, dalam dunia wirausaha selalu dipenuhi dengan hal-hal yang “unlogic”. Hal-hal yang sulit dijelaskan secara rasional. Sudah beberapa kali ia bertemu dengan orang-orang yang menjalankan usahanya dengan keyakinan terhadap doa yang dipanjatkan. “Syukuri, bertindak dan berdoalah”, Ferri mencoba mengulangi kalimat yang pernah didengarnya.

Hanya saja, hal itu meski terdengar mudah tetapi sangat sulit penerapannya. Masalahnya adalah hal itu ada kaitannya dengan keiklashan hati. Sebuah hal yang sangat sulit diukur dengan angka dan kata-kata. Sekarang, Ferri Iskandar sudah melakukan diversifikasi usaha di bidang kuliner dan peternakan.

Di dua jenis usaha yang terakhir tersebut, ia memutuskan untuk tidak terlibat dalam pengelolaanya. Ia lebih nyaman sebagai pendukung orang-orang yang mempunyai hasrat tinggi dalam menjalankan usaha tersebut.

Ia juga mempunyai hasrat yang kuat dalam dunia pertanian. Di situ, ia melihat ada ada sebuah peluang yang bisa dimanfaatkan olehnya dan orang-orang mempunyai hasrat kuat untuk menjalankan usaha tersebut.
(Sumber : www.napoclean.com)

5 TAHUN GEMPA BANTUL
Meski Cacat Tetap Mandiri

Cacat patah pada bagian pundak kiri, tulang iga dan kaki kanan tak menyurutkan semangat Saijo (48) warga Dusun Gulon RT.02 Sriharjo, Pundong, Bantul tetap bekerja. Kondisi ini justru menjadi semangat untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Bahkan dengan keterbatasan itu ia terlihat semangat untuk memotong kayu untuk dijadikan sebuah kerajinan. Pekerjaan itu dilakukan Saijo setiap hari di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri “Mandiri Craft” di Jalan Parangtritis Km.6,5 Sewon Bantul. Sebagai salah satu penyandang cacat ( difabel) korban gempa ia tak mau berpangku berharap belas kasihan orang lain.” Apa pun keadaannya saya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” ungkap Saijo.
Tak banyak harapan dalam peringatan 5 tahun gempa Bantul 27 Mei 2011 ini. Hanya saja sebagai seorang yang cacat ia akan tetap bekerja meski tak sekuat seperti dulu sewaktu hidup normal. Dengan terjadinya gempa bumi 5 tahun silam beberapa bagian tubuhnya patah sehingga membuatnya cacat. Dulu setiap hari saya bekerja di sawah dan kalau ada pekerjaan sebagai tukang batu. Tetapi pagi hari saat pulang kerja dan hendak minum kopi, tiba-tiba terjadi gempa dan saya pun tertimbun reruntuhan rumah tembok tetangga hingga cacat seperti ini,”kenangnya.
Tak hanya Saijo, Iskandar (26) warga Dusun Panjangan Sendangsari Pajangan Bantul mengalami patah tulang belakang saat terjadi gempa. Pemuda desa ini sebelumnya hendak mandi tetapi bencana gempa telah menerjang dan reruntuhan bangunan menimpa punggungnya. Sebelumnya ia bingung setelah tak bisa berjalan sama sekali. Tetapi ketika bergabung dengan yayasan ini sekitar 2 tahun lalu semangat hidupnya bangkit lagi. “ dulu saya bekerja di kerajinan meubel Jalan Kaliurang. Sehingga ketika bergabung dan bekerja di sini semangat hidup saya bangkit lagi,” terangnya.
Manajer Mandiri Craft, Tarjono Slamet mengatakan, sejak didirikan kerajinan khusus bagi difabel ini terdapat 10 difabel korban gempa bumi 2006 bekerja di sini. Para pekerja kebanyakan berasal dari para pedagang, buruh sampai tukang batu. Akibat bencana gempa, mereka terpaksa hidup dalam keterbatasan tetapi tetap memiliki semangat berkarya.” Di sini mereka membuat kerajinan mainan edukatif maupun produk ukir-ukiran seperti patung, box tisue sampai furniture. Dengan bekerja di sini mereka dapat mandiri dan tak bergantung dengan orang lain,” tegas Tarjono Slamet.
(Sumber : Koran Merapi (28/05/2011) Hal:1 Kolom : 3-4)